Islam itu Indah.Islam itu lembut.Islam itu Pemaaf. Islam itu Pelindung. Islam itu Damai. Islam Penuh Kasih pada Sesama.Islam itu Toleran. Namun Islam itu Kehormatan, maka Jangan Usik Kehormatan Islam

Pemimpin

Keberadaan Rasulullah adalah rahmat bagi alam semesta. Pada diri beliau ada suri teladan yang harus di jadikan contoh dan cermin bagi umat beliau. Sebab beliau selalu dalam perlindungan hikmah dan tutunan dari Allah. Akhlaq beliau adalah Al Qur'an. Jadi jika ingin mengamalkan Al Qur'an maka amalkanlah apa yang beliau pesankan dan apa yang dilakukan beliau semasa hidupnya dengan membaca hadist shahih.

Dalam hal kepemimpinan, kita tengok beberapa pesan beliau pada umatnya.


1. Jangan Punya keinginan menjadi pemimpin



Rasulullah Saw berkata kepada Abdurrahman bin Samurah, "Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah engkau menuntut suatu jabatan. Sesungguhnya jika diberi karena ambisimu maka kamu akan menanggung seluruh bebannya. Tetapi jika ditugaskan tanpa ambisimu maka kamu akan ditolong mengatasinya." (HR. Bukhari dan Muslim)

"Kami tidak mengangkat orang yang berambisi berkedudukan. (HR. Muslim)"

Sabda beliau ini diartikan sebagai niat awal menjadi seorang pemimpin adalah mengajarkan dan memberikan teladan yang baik bagi umat dan menghindari keinginan yang berlebihan dan menggunakan semua kesempatan dan cara untuk meraih jabatan pemimpin (ambisi). Sebab ambisi adalah jalan menuju kehancuran



Sahabat utama beliau, Abu Bakar yang dapat gelar As-Shiddiq pun sesungguhnya enggan jika umat waktu itu tidak berkali-kali mendorongnya. Sedangkan Umar bin Khattab yang sebenarnya juga mampu untuk memegang jabatan pemimpin umat jelas-jelas tidak mau, sebab bagi beliau selama Abu Bakar (teman Rasulullah dalam gua) masih hidup, dia merasa tidak berhak untuk memegang jabatan khalifah dibandingkan dengan Abu Bakar, sahabat setia Rasulullah.


Keengganan Abu Bakar As-Shiddiq ini didasari oleh beratnya tanggung jawab yang harus dipikul dalam memimpin umat yang kelak pasti akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah. Kalaupun waktu itu beliau menerima, semata-mata didasari oleh pemikiran untuk mencegah terjadinya perpecahan di kalangan umat.


Keengganan Abu bakar juga dilantar belakangi oleh ingatan beliau tentang sabda Rasulullah :



"Rasulullah bersabda seperti dilaporkan oleh Abu Hurairah :
“Kalian akan berebut untuk mendapatkan kekuasaan. Padahal kekuasaan itu adalah penyesalan di hari Kiamat, nikmat di awal dan pahit di ujung". (Riwayat Imam Bukhori).

2. Pemimpin tidak boleh  seorang munafik


Jika seorang yang menginginkan suatu jabatan pemimpin dan berambisi dengan segala cara untuk meraihnya maka sesungguhnya orang yang demikian adalah hatinya lebih busuk daripada bangkai.


"Akan datang sesudahku penguasa-penguasa yang memerintahmu. Di atas mimbar mereka memberi petunjuk dan ajaran dengan bijaksana, tetapi bila telah turun mimbar mereka melakukan tipu daya dan pencurian. Hati mereka lebih busuk dari bangkai". (HR. Ath-Thabrani)


Hadist ini tidak saja berlaku manakala telah menjadi seorang pemimpin namun ketika awal pencalonan diri untuk menjadikan dirinya menjadi pemimpin yang beralaskan ambisi. Ketika di mimbar (podium) kampanye dengan ajakan dan janji-janji yang hebat dan manis, namun saat menjadi pemimpin melakukan tipu daya  dan pencurian (Korupsi) terhadap harta umat. Ini adalah pengkhianatan yang sama artinya dengan seorang munafik dan seorang munafik tidak boleh dijadikan pemimpin.


3. Pembantu Pemimpin adalah seorang alim


Seorang alim adalah seorang selalu mengajak pada kebaikan dan kebajikan serta mengingatkan orang/umat untuk selalu ingat pada Allah dan menjaga umat dari perilaku tidak baik. Tidak banyak bicara, namun setiap kali berbicara dan memberikan nasihat penuh dengan hikmah.


Seorang alim adalah ruang bagi umat yang selalu memberikan kesejukkan dan keteduhan bagi umat, sehingga umat merasakan manfaat besar dari keberadaannya. Seorang alim adalah orang yang diciptakan oleh Allah untuk mengajarkan hikmah ketauhidan.


Seorang pemimpin harus memiliki penasihat seorang alim, sebab keberadaan seorang alim selalu mendorong untuk berbuat kebajikan bagi diri seorang pemimpin dan masyarakat yang dipimpinnya serta selalu mengajak menuju kedekatan pada Allah. Sebagai mana sabda Rasulullah bahwa orang orang yang terjaga adalah orang yang di jaga oleh Allah. Hal itu bisa ditempuh dengan kebaikan, kebajikan dan selalu mendekat pada Allah.



"Rasulullah bersabda,”Tidaklah Allah mengutus seorang nabi atau menjadikan seorang khalifah kecuali ada bersama mereka itu golongan pejabat (pembantu).Yaitu pejabat yang menyuruh kepada kebaikan dan mendorongnya kesana, dan pejabat yang menyuruh kepada kemungkaran dan mendorongnya ke sana. Maka orang yang terjaga adalah orang yang dijaga oleh Allah,” (Riwayat Bukhari dari Abu said Radhiyallahu’anhu).

Rasulullah sendiri memerintahkan agar menjadikan seorang alim (yang juga ulama) sebagai penasihat, supaya dalam kepemimpinannya selalu bijaksana dan adil dalam menerapkan hukum dan mampu menjaga harta rakyat sesuai dengan peruntukkannya.

"Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi suatu kaum maka dijadikan pemimpin-pemimpin mereka orang-orang yang bijaksana dan dijadikan ulama-ulama mereka menangani hukum dan peradilan. Juga Allah jadikan harta-benda di tangan orang-orang yang dermawan. Namun, jika Allah menghendaki keburukan bagi suatu kaum maka Dia menjadikan pemimpin-pemimpin mereka orang-orang yang berakhlak rendah. DijadikanNya orang-orang dungu yang menangani hukum dan peradilan, dan harta berada di tangan orang-orang kikir". (HR. Ad-Dailami)

"Rasulullah bersabda,”Tidaklah seorang pemimpin mempunyai perkara kecuali ia akan datang dengannya pada hari kiamat dengan kondisi terikat, entah ia akan diselamatkan oleh keadilan, atau akan dijerusmuskan oleh kezhalimannya.” (Riwayat Baihaqi dari Abu Hurairah dalam kitab Al-Kabir).

4. Pemimpin tidak boleh ragu

Intinya adalah bahwa dengan penasihan seorang alim-ulama yang memahami langkah kebaikan dan kebajikan serta memahami hukum-hukum dari Allah, maka tidak ada keraguan dalam mengeluarkan kebijakan dan keputusan yang diambil. Sebab sikap ragu-ragu dari seorang pemimpin sangat membahayakan kehidupan umat secara keseluruhan.

Rasulullah bersabda,” Jika seorang pemimpin menyebarkan keraguan dalam masyarakat, ia akan merusak mereka.” (Riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Al-hakim).

Disamping tidak ada keraguan dalam menetapkan suatu perkara berlandaskan hukum dan ketentuan yang diperintahkan oleh Allah dan juga tidak boleh berdasarkan atau mengikuti dorongan hawa nafsu karena dalam Al Qur'an  :

Allah berfirman,”Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.” (al-Maaidah:49).


5. Pemimpin adalah pengayom

Pemimpin adalah pengayom yang keberadan dia sebagai pemimpin menjadi umat merasa terayomi dan merasakan nyaman dan bukan sebaliknya sebagai mana do'a Rasulullah :

" Ya Allah, barangsiapa mengurus satu perkara umatku lalu ia mempersulitnya, maka persulitlah ia, dan barang siapa yang mengurus satu perkara umatku lalu ia berlemah lembut kepada mereka, maka berlemah lembutlah kepadanya".

Dalam hadist lain :

Rasulullah bersabda,”Tidaklah seorang pemimpin atau pemerintah yang menutup pintunya terhadap kebutuhan, hajat, dan kemiskinan kecuali Allah akan menutup pintu-pintu langit terhadap kebutuhan, hajat, dan kemiskinannya.” (Riwayat Imam Ahmad dan At-Tirmidzi).

6. Pemimpin bekerja keras untuk umat

Rasulullah bersabda,”Tidaklah seorang pemimpin yang memegang urusan kaum Muslimin lalu ia tidak bersungguh-sungguh dan tidak menasehati mereka, kecuali pemimpin itu tidak akan masuk surga bersama mereka (rakyatnya).”

Seorang pemimpin adalah penangung jawab semua urusan dan perkara umat serta bersungguh-sungguh untuk berjuang dalam kebaikan dan kebajikan bagi umat sebagai Umar ibnu Khattab yang harus memanggul karung gandum dan mengantarkan langsung manakal ada didapati seorang rakyatnya tidak memiliki makanan, meski dia seorang pemimpin (khalifah) yang dijamin Allah masuk sorga.

Atau Abu Bakar As-Shiddiq yang setiap hari membawakan makanan dan menyuapkan seorang nenek tua renta tanpa anak dan saudara serta tidak ada seorangpun yang mengurusnya, meski Abu Bakar adalah seorang pemimpin (khalifah) yang juga dijamin masuk sorga oleh Allah.

Bukanlah seorang pemimpin yang justru meminta dilayani rakyat dan menjadi beban rakyat sebagaimana pernah ada riwayat yakni ketika Rasulullah selesai memimpin shalat berjamaah bersama para sahabat, Umar bin Khattab yang tahu bahwa perut beliau bunyi karena kelaparan, tidak mengatakannya saja. Waktu itu beliau menjawab bahwa beliau tidak mau menjadi beban umat.

Seorang pemimpin bisa dikatakan berkhianat terhadap rakyat dan amanat yang diberikannya, manakaal menerima suatu hadiah dengan tujuan-tujuan tertentu dari si pembawa hadiah. Dan seorang pengkhianat adalah seorang munafik yang tidak boleh dijadikan pemimpin umat





















Buku Tamu



Artikel Lain